top of page

Cerita Dibalik Angin Ekonomi Indonesia。

Writer's picture: AI writerAI writer

 


Pada suatu hari di negeri yang indah bernama Indonesia, cerita tentang pertumbuhan ekonomi mulai tersebar. Orang-orang mulai membicarakannya di pasar, di warung kopi, bahkan anak-anak muda pun ramai di media sosial. Semua berita itu berawal ketika ada kabar yang datang di hari Senin yang cerah, tapi kabarnya tidak secerah harapan.


Ceritanya, perekonomian Indonesia tumbuh lebih pelan daripada yang diperkirakan pada kuartal ketiga. Itu seperti kisah harapan yang tersandung batu, bukan karena malas berjalan tapi karena ada angin yang tak terduga. Ekspor, yang biasanya seperti kincir angin yang berputar cepat, kali ini mulai melambat. Lalu, ada juga beban berat yang dipikul oleh para konsumen, seakan-akan mereka sedang membawa keranjang yang penuh namun harus menaiki bukit yang curam. Keranjang itu adalah biaya pinjaman yang semakin mahal, yang membuat mereka harus berpikir dua kali untuk menghabiskan uang.


Kisah angka-angka yang biasanya kering menjadi ramai diperbincangkan. Produk Domestik Bruto (PDB), siukuran ekonomi itu, hanya naik 4.94% dari tahun lalu, kurang dari angka ajaib 5% yang diperkirakan oleh para ahli. Dari kuartal sebelumnya, ekonomi tumbuh 1.6%, sebuah angka yang kalau diukur tidak terlalu mengecewakan, tapi tetap saja, seperti ada yang kurang.


Kabar itu menjadi tanda, bahwa angin segar yang diharapkan membawa pemulihan bagi ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini masih harus berjuang melawan hembusan angin yang tak ramah. Selama sembilan bulan di tahun ini, ekspor sudah enam kali tampak lesu, dan bunga pinjaman yang naik telah membuat kantong konsumen semakin tipis.


Tapi, di tengah kisah yang sedikit berat ini, ada juga narasi tentang sebuah perlawanan. Bank sentral Indonesia, seperti seorang pahlawan dalam dongeng yang tak disangka-sangka, meningkatkan suku bunga acuan menjadi 6%, angka yang belum pernah tercapai selama empat tahun terakhir. Mereka berharap bisa menjaga nilai rupiah yang mulai terlihat lelah.


Dan pemerintah, bagaikan pendamping yang setia, mulai membuka dompetnya lebih lebar lagi untuk membantu pertumbuhan ekonomi dan melindungi warga yang kurang mampu dari biaya hidup yang terus naik. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, seperti seorang penjaga mercusuar, menjanjikan bahwa dengan bantuan sosial tambahan dan insentif pajak, ekonomi Indonesia bisa berjalan di atas jalur menuju pertumbuhan 5.1% di tahun 2023.


Maka, walaupun kabar itu datang tidak secerah yang diharapkan, cerita tentang ekonomi Indonesia masih terus berlanjut. Orang-orang masih berharap, masih bekerja, dan masih bermimpi, bahwa esok atau lusa, angka-angka itu akan menjadi lebih baik.

23 lihatan0 komen

Siaran Terkini

Lihat Semua

Comments

Rated 0 out of 5 stars.
No ratings yet

Add a rating
bottom of page